MEMBERDAYAKAN
KELUARGA SAKINAH
Karya tulis ini
dibuat sebagai
tugas mata pelajaran
bahasa indonesia
Oleh :
Syaifuddin
KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH
NEGERI MODEL BANGKALAN
Mei 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut undang-undang
RI nomor 1 tahun
1974 pengertian dan tujuan
perkawinan terdapat dalam satu pasal, yaitu bab 1 pasal 1 menetapkan
bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk
rumah tangga, keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dengan demikian jelas bahwa
diantara tujuan pernikahan
adalah membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan
warahmah.
Sebuah masyarakat di negara manapun adalah kumpulan dari
beberapa keluarga. Apabila keluarga kukuh,
maka masyarakat akan bersih
dan kukuh. Namun apabila
rapuh, maka rapuhlah masyarakat. Menikah memang tidaklah sullit,
tetapi membangun keluarga sakinah bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan
membangun, pertama harus didahului dengan adanya gambar yang merupakan konsep
dari bangunan yang diinginkan. Demikian juga membangun keluarga sakinah,
terlebih dahulu orang harus memiliki konsep tentang keluarga sakinah. Al-Qur’an
membangunkan sebuah keluarga yang sakinah dan kuat
untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang memelihara aturan-aturan Allah
dalam kehidupan.
Aturan yang ditawarkan oleh Islam menjamin terbinanya
keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran yang dikandunginya, serta
keselarasannya yang ada dalam fitrah manusia. Hal demikianlah yang
mendasari kami menulis makalah
ini. Pada makalah ini akan
diuraikan tentang keluarga sakinah, dan konsep-konsep
cara membangun keluarga sakinah berdasarkan Al-Qur’an.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
keluarga sakinah?
2. Bagaimana
ciri-ciri keluarga sakinah?
3. Bagaimana cara
membangun keluarga sakinah?
1.3 Maksud dan
Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian
keluarga sakinah.
2. Untuk mendiskripsikan ciri ciri
keluarga sakinah.
3. Untuk mendeskripsikan cara membangun
keluarga sakinah.
1.4 Manfaat
1. Bagi Keluarga
Terciptanya rasa tenang,terhormat,aman,merasa
dilindungi,penuh kasih sayang,mantap,dan memperoleh pembelaan.Syukur dan sabar.
2. Bagi Rumah Tangga
Agar
hidup berumah tangga penuh dengan ketentraman
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian
Keluarga Sakinah
Menurut kaidah bahasa
Indonesia, sakinah mempunyai arti
kedamaian, ketentraman, ketenangan, kebahagiaan. Jadi
keluarga sakinah mengandung makna keluarga yang diliputi
rasa damai, tentram, juga.
Jadi keluarga sakinah adalah
kondisi yang sangat ideal dalam
kehidupan keluarga.
Keluarga sakinah juga
sering disebut sebagai keluarga
yang bahagia. Menurut pandangan Barat, keluarga bahagia
atau keluarga sejahtera ialah keluarga yang memiliki dan menikmati
segala kemewahan material.
Anggota-anggota keluarga tersebut memiliki
kesehatan yang baik yang
memungkinkan mereka menikmati
limpahan kekayaan material.
Bagi mencapai tujuan
ini, seluruh perhatian, tenaga dan
waktu ditumpukan kepada usaha merealisasikan
kecapaian kemewahan kebendaan yang dianggap sebagai perkara pokok dan prasyarat
kepada kesejahteraan (Dr. Hasan Hj. Mohd Ali, 1993 : 15). Pandangan yang
dinyatakan oleh Barat jauh berbeda dengan konsep keluarga bahagia atau keluarga
sakinah yang diterapkan oleh Islam. Menurut Dr. Hasan Hj. Mohd Ali (1993: 18 –
19) asas kepada kesejahteraan dan kebahagiaan
keluarga di dalam Islam terletak kepada ketaqwaan
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Keluarga bahagia adalah
keluarga yang mendapat keredhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah
Subhanahu Wa Ta’ala ridha kepada mereka dan mereka redha kepada Allah Subhanahu
Wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Allah ridha kepada mereka dan
mereka redha kepada- Nya, yang demikian itu, bagi orang yang takut
kepada-Nya”. (Surah Al-Baiyyinah [98] : 8).
Menurut Paizah Ismail (2003 : 147), keluarga bahagia
ialah suatu kelompok sosial yang terdiri dari suami istri, ibu bapak, anak
pinak, cucu cicit, sanak saudara yang sama-sama dapat merasa
senang terhadap satu sama
lain dan terhadap hidup
sendiri dengan gembira, mempunyai
objektif hidup baik secara
individu atau secara bersama,
optimistik dan mempunyai keyakinan terhadap sesama sendiri.
Dengan demikian, keluarga
sakinah ialah kondisi
sebuah keluarga yang sangat
ideal yang terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kebendaan bukanlah sebagai
ukuran untuk membentuk keluarga
bahagia sebagaimana yang telah dinyatakan oleh negara Barat.
2.2 Ciri-Ciri
Keluarga Sakinah
Pada dasarnya,
keluarga sakinah sukar diukur
karena merupakan satu perkara
yang abstrak dan hanya boleh
ditentukan oleh pasangan yang
berumahtangga. Namun, terdapat beberapa ciri-ciri
keluarga sakinah, diantaranya :
a.
Rumah Tangga Didirikan Berlandaskan Al-Quran Dan Sunnah
Asas
yang paling penting dalam pembentukan
sebuah keluarga sakinah ialah
rumah tangga yang dibina atas landasan taqwa, berpandukan Al-Quran dan Sunnah
dan bukannya atas dasar cinta semata-mata.
Ia menjadi panduan kepada
suami istri sekiranya menghadapi perbagai
masalah yang akan timbul dalam kehidupan berumahtangga. Firman Allah Subhanahu
Wa Ta’ala dalam Surat An-Nisa’ [4] ayat 59 yang artinya :“Kemudian
jika kamu selisih faham
/ pendapat tentang sesuatu,
maka kembalilah kepada Allah (Al-Quran) dan
Rasulullah (Sunnah)”.
b.
Rumah Tangga Berasaskan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah)
Tanpa
‘al-mawaddah’ dan ‘al-Rahmah’,
masyarakat tidak akan dapat
hidup dengan tenang dan aman
terutamanya dalam institusi kekeluargaan.
Dua perkara ini sangat-sangat diperlukan
kerana sifat kasih sayang yang wujud dalam sebuah rumah tangga dapat melahirkan
sebuah masyarakat yang bahagia,
saling menghormati, saling mempercayai
dan tolong-menolong. Tanpa kasih sayang, perkawinan akan hancur,
kebahagiaan hanya akan menjadi angan-angan saja.
c.
Mengetahui Peraturan Berumahtangga
Setiap keluarga
seharusnya mempunyai peraturan yang patut dipatuhi oleh setiap ahlinya yang
mana seorang istri wajib taat kepada suami dengan tidak keluar rumah melainkan
setelah mendapat izin, tidak menyanggah pendapat suami walaupun si istri
merasakan dirinya betul selama suami tidak melanggar syariat, dan tidak
menceritakan hal rumahtangga kepada orang lain. Anak
pula wajib taat kepada
kedua orangtuanya selama
perintah keduanya tidak bertentangan dengan larangan
Allah.Lain pula peranan sebagai
seorang suami. Suami merupakan
ketua keluarga dan mempunyai tanggung jawab memastikan
setiap ahli keluarganya untuk mematuhi peraturan dan memainkan peranan
masing-masing dibentuk. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Surat An-Nisa’
[4] : 34 yang artinya :“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki)
Telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. sebab itu Maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka).
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
d.
Menghormati dan Mengasihi Kedua Ibu Bapak
Perkawinan
bukanlah semata-mata menghubungkan antara kehidupan kedua pasangan
tetapi ia juga melibatkan
seluruh kehidupan keluarga
kedua belah pihak, terutamanya hubungan
terhadap ibu bapak kedua pasangan. Oleh itu, pasangan yang ingin membina sebuah
keluarga sakinah seharusnya
tidak menepikan ibu bapak
dalam urusan pemilihan jodoh,
terutamanya anak lelaki. Anak
lelaki perlu mendapat restu
kedua ibu bapaknya karena perkawinan tidak
akan memutuskan tanggungjawabnya terhadap kedua ibu bapaknya. Selain itu,
pasangan juga perlu mengasihi ibu bapak supaya mendapat keberkatan untuk
mencapai kebahagiaan dalam berumahtangga.Firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala yang
menerangkan kewajiban anak kepada
ibu bapaknya dalam Surah al-Ankabut [29] : 8 yang artinya :“Dan ka mi wajibkan
manusia (berbuat) kebaikan kepadadua orang ibu- bapanya. dan jika
keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah
kembalimu, lalu Aku khabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”
e.
Menjaga Hubungan Kerabat dan Ipar
Antara
tujuan ikatan perkawinan ialah untuk
menyambung hubungan keluarga kedua belah pihak termasuk
saudara ipar kedua belah pihak dan kerabat-kerabatnya. Karena biasanya
masalah seperti perceraian
timbul disebabkan kerenggangan
hubungan dengan kerabat dan ipar.
2.3 Cara Membangun
Keluarga Sakinah
Dalam
kehidupan sehari-hari, ternyata
upaya mewujudkan keluarga yang
sakinah bukanlah perkara yang mudah, ditengah-tengah arus kehidupan seperti
ini,. Jangankan untuk mencapai bentuk keluarga yang ideal, bahkan untuk
mempertahankan keutuhan rumah tangga saja sudah merupakan suatu prestasi
tersendiri, sehingga sudah saat-nya setiap keluarga perlu merenung
apakah mereka tengah berjalan
pada koridor yang diinginkan
oleh Allah dalam mahligai
tersebut, ataukah mereka justru
berjalan bertolak belakang
dengan apa yang diinginkan oleh-Nya.
Islam
mengajarkan agar keluarga dan
rumah tangga menjadi institusi
yang aman, bahagia dan kukuh bagi setiap ahli keluarga, karena keluarga
merupakan lingkungan atau unit masyarakat yang terkecil yang
berperan sebagai satu lembaga yang menentukan corak dan bentuk
masyarakat. Institusi keluarga harus dimanfaatkan untuk membincangkan semua hal
Sama ada yang menggembirakan maupun kesulitan yang dihadapi di samping menjadi
tempat menjana nilai-nilai kekeluargaan dan kemanusiaan.
Kasih sayang,
rasa aman dan bahagia serta perhatian yang
dirasakan oleh seorang ahli
khususnya anak-anak dalam
keluarga akan memberi kepadanya keyakinan dan kepercayaan pada diri
sendiri untuk menghadapi berbagai persoalan hidupnya.
Ibu bapak adalah orang
pertama yang diharapkan dapat
memberikan bantuan dan petunjuk
dalam menyelesaikan masalah
anak. Sementara seorang ibu adalah
lambang kasih sayang, ketenangan dan juga ketenteraman. Al-Qur’an
merupakan landasan dari
terbangunnya keluarga sakinah,
dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam keluarga dan
masyarakat.
Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada lima,
yaitu :
1. memiliki
kecenderungan kepada agama
2. yang muda
menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda
3. sederhana dalam
belanja
4. santun dalam
bergaul dan
5. selalu
introspeksi.
Sedangkan
Konsep-konsep cara membangun keluarga sakinah adalah :
1.
Memilih Kriteria Calon Suami atau Istri
dengan Tepat
Agar
terciptanya keluarga yang sakinah, maka dalam menentukan kriteria suami maupun
istri haruslah tepat. Diantara kriteria tersebut misalnya
beragama islam dan shaleh maupun shalehah; berasal dari keturunan yang
baik-baik; berakhlak mulia, sopan santun dan bertutur kata yang
baik; mempunyai kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga (bagi suami).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda, “Perempuan
dinikahi karena empat faktor: Pertama, karena harta;
Kedua, karena kecantikan; Ketiga, kedudukan; dan
Keempat, karena agamanya. Maka hendaklah engkau pilih yang taat beragama,
engkau pasti bahagia.”
2.
Dalam keluarga Harus Ada
Mawaddah dan Rahmah
Mawaddah
adalah jenis cinta membara,
yang menggebu-gebu dan “nggemesi”,
sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap
melindungi kepada yang dicintai. Rasa damai dan tenteram hanya dicapai dengan
saling mencintai. Maka rumah tangga muslim punya ciri khusus, yakni bersih
lahir bathin, tenteram, damai dan penuh hiasan ibadah. Firman Allah Subhanahu
Wa Ta’ala Surat Ar-Rum [30] : 21 yang artinya : “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”
3.
Saling Mengerti Antara Suami-Istri
Seorang
suami atau istri harus
tahu latar belakang pribadi
masing-masing. Karena pengetahuan terhadap
latar belakang pribadi masing-masing
adalah sebagai dasar untuk
menjalin komunikasi masing-masing.
Dan dari sinilah seorang suami
atau istri tidak akan
memaksakan egonya. Banyak
keluarga hancur, disebabkan
oleh sifat egoisme. Ini artinya
seorang suami tetap bertahan dengan keinginannya dan begitu pula istri. Seorang
suami atau istri hendaklah mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1. Perjalanan
hidup masing-masing
2. Adat istiadat
daerah masing-masing (jika suami istri berbeda suku dan atau daerah)
3. Kebiasaan
masing-masing
4. Selera,
kesukaan atau hobi
5. Pendidikan
6. Karakter/sikap
pribadi secara proporsional (baik dari masing-masing, maupun dari orang-orang
terdekatnya, seperti orang tua, teman ataupun saudaranya, dan yang relevan
dengan ketentuan yang dibenarkan syari`at.
4.
Saling Menerima
Suami istri
harus saling menerima satu sama lain. Suami istri itu ibarat satu tubuh dua
nyawa. Tidak salah kiranya suami suka warna merah, si istri suka warna putih,
tidak perlu ada penolakan. Dengan keridhaan dan saling pengertian, jika warna
merah dicampur dengan warna putih, maka aka terlihat keindahannya.
5.
Saling Menghargai
Seorang suami atau istri hendaklah saling menghargai:
1. Perkataan dan
perasaan masing-masing
2. Bakat dan
keinginan masing-masing
3. Menghargai
keluarga masing-masing. Sikap
saling menghargai adalah sebuah jembatan
menuju terkaitnya perasaan suami-istri.
6.
Saling Mempercayai
Dalam
berumahtangga seorang istri harus percaya kepada suaminya, begitu pula dengan
suami terhadap istrinya ketika ia sedang berada di luar rumah. Jika diantara
keduanya tidak adanya saling percaya, kelangsungan
kehidupan rumah tangga berjalan
tidak seperti yang dicita-citakan yaitu keluarga yang
bahagia dan sejahtera. Akan tetapi jika suami istri saling mempercayai,
maka kemerdekaan dan kemajuan
akan meningkat, serta hal
ini merupakan amanah Alloh.
7.
Suami-Istri Harus Menjalankan Kewajibanya Masing-Masing
Suami
mempunyai kewajiban mencari
nafkah untuk menghidupi
keluarganya, tetapi disamping itu ia juga berfungsi
sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin dalam rumah
tangga. Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam hal ini berfirman: “Laki-laki adalah
pemimpin bagi kaum wanita, karena
Alloh telah melebihkan sebagian
dari mereka atas sebagian
yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka”
(Qs. an-Nisaa’ [4]: 34). Menikah bukan hanya masalah mampu mencari uang,
walaupun ini juga penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja
keras membanting tulang memeras keringat untuk mencari
rezeki yang halal tetapi
ternyata tidak mampu menjadi
pemimpin bagi keluarganya. Istri mempunyai
kewajiban taat kepada suaminya,
mendidik anak dan menjaga kehormatannya
(jilbab, khalwat, tabaruj, dan lain-lain.). Ketaatan yang dituntut bagi seorang
istri bukannya tanpa alasan.
Suami sebagai pimpinan,
bertanggung jawab langsung menghidupi
keluarga, melindungi keluarga
dan menjaga keselamatan mereka
lahir-batin, dunia-akhirat. Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka
taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah
jalan menuju surga di
dunia dan akhirat. Istri
boleh membangkang kepada suaminya jika perintah
suaminya bertentangan dengan hukum syara’,missal : disuruh berjudi, dilarang
berjilbab, dan lain-lain.
8. Suami
Istri Harus Menghindari Pertikaian
Pertikaian
adalah salah satu penyebab retaknya keharmonisan keluarga, bahkan apabila
pertikaian tersebut terus berkesinambungan maka dapat
menyebabkan perceraian. Sehingga baik suami maupun istri harus
dapat menghindari masalah-masalah yang dapat menyebabkan pertikaian
karena suami dan istri
adalah fakkor paling utama dalam
menentukan kondisi keluarga. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Laki-laki yang
terbaik dari umatku adalah
orang yang tidak menindas
keluarganya, menyayangi dan tidak berlaku zalim pada mereka.” (Makarim
Al-Akhlaq : 216-217) “Barangsiapa yang bersabar atas perlakuan buruk isterinya,
Allah akan memberinya pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub alaihi
sallam yang tabah dan sabar menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. (Makarim
Al-Akhlaq : 213) “Barangsiapa yang menampar pipi isterinya satu
kali, Allah akan memerintahkan malaikat penjaga neraka
untuk membalas tamparan itu
dengan tujuh puluh kali
tamparan di neraka jahanam.” (Mustadrak Al- Wasail 2 :
550)
9. Hubungan
Antara Suami Istri Harus Atas Dasar Saling Membutuhkan
Seperti pakaian
dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna (Al-Qur’an
surat Al-Baqarah [2] ayat : 187), yaitu menutup aurat,
melindungi diri dari panas dan dingin, dan sebagai perhiasan. Suami terhadap
istri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam
tiga hal tersebut. Jika
istri mempunyai suatu
kekurangan, suami tidak menceriterakan kepadaorang
lain, begitu juga sebaliknya. Jika istri sakit, suami segera mencari obat atau
membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Istri harus selalu tampil
membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan istri, jangan terbalik
di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.
1O. Suami
Istri Harus Senantiasa Menjaga Makanan yang Halal
Menurut hadis
Nabi, sepotong daging dalam tubuh manusia yang berasal dari makanan haram,
cenderung mendorong pada perbuatan yang haram juga (qith`at al lahmi min al
haram ahaqqu ila annar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil, pakaian dan
lain-lainnya.
11. Suami
Istri Harus Menjaga Aqidah yang Benar
Akidah
yang keliru atau sesat,
misalnya mempercayai kekuatan
dukun, magic, dan sebangsanya. Bimbingan dukun dan
sebangsanya bukan saja membuat langkah hidup tidak rasional, tetapi juga bias
menyesatkan pada bencana yang fatal. Membina suatu
keluarga yang bahagia memang
sangat sangat sulit. Akan
tetapi jika masing-masing pasangan
mengerti konsep-konsep keluarga
sakinah seperti yang telah diuraikan di
atas, Insya Allah cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia
dan kekal dalam aturan syari’at Islam, yang disebutkan dengan
“Rumahku adalah surgaku” akan terwujud.
Disamping
konsep-konsep diatas masih ada beberapa resep yang lain bagaimana menjadi
keluarga sakinah, diantaranya :
1. Selama menempuh
hidup berkeluarga, sadarilah bahwa jalan yang akan kita lalui tidaklah melulu
jalan yang bertabur bunga kebahagiaan tetapi juga semak belukar yang penuh onak
dan duri.
2. Ketika biduk
rumah tangga oleng, janganlah
saling berlepas tangan, tetapi sebaliknya
justru semakin erat berpegangan tangan.
3. Ketika kita
belum dikaruniai anak, cintailai istri atau suami dengan sepenuh hati.
4. Ketika sudah
mempunyai anak, jangan bagi cinta kepada suami atau istri dan
anak-anak dengan beberapa bagian
tetapi cintailah suami-istri dan
anak-anak dengan masing-masing sepenuh hati.
5. Ketika
ekonomi keluarga belum membaik,
yakinlah bahwa pintu rizki akan
terbuka lebar berbanding lurus dengan tingkat ketaatan suami istri kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
6. Ketika ekonomi
sudah membaik, jangan lupa akan jasa pasangan hidup yang setia mendampingi
ketika menderita (justru godaan banyak terjadi disini, ketika hidup susah,
suami selalu setia namun ketika sudah hidup mapan dan bahkan lebih dari cukup,
suami sering melirik yang lain dan bahkan berbagi cinta dengan
wanita yang lain)
7. Jika Anda
adalah suami, boleh bermanja-manja bahkan bersifat kekanak-kanakan kepada istri
dan segeralah bangkit menjadi pria perkasa secara bertanggung-jawab ketika
istri membutuhkan pertolongan.
8. Jika Anda
seorang istri, tetaplah anda berlaku elok, tampil cantik dan gemulai serta
lemah lembut, tetapi harus
selalu siap menyelesaikan semua
pekerjaan dengan sukses.
9. Ketika mendidik
anak, jangan pernah berpikir bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang
tidak pernah marah kepada anak, karena orang tua yang baik adalah orang tua
yang jujur kepada anak.
10. Jika
anda wanita, ketika ada
PIL, jangan diminum, cukuplah
suami anda yang menjadi "obat".
11. Jika anda
lelaki, ketika ada WIL, jangan pernah ajak berlayar sebiduk berdua ke samudra
cinta, cukuplah istri anda sebagai pelabuhan hati. Menurut Sutarmadi (2002 : 127)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar