Kamis, 03 April 2014

dasar hukum riba


DASAR HUKUM RIBA
1. Al-Qur’an
- Allah Swt berfirman, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 275)
Ibnu Katsir rh berkata, “Allah Swt menyebutkan perihal orang-orang yang memakan riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil serta melakukan usaha syubhat. Melalui ayat ini Allah Swt memberitakan keadaan mereka kelak saat mereka dibangkitkan dari kuburnya, lalu berdiri menuju tempat dihimpunnya semua makhluk.
Untuk itu Allah Swt berfirman, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”.
Dengan kata lain, tidak sekali-kali mereka bangkit dari kuburnya pada hari kiamat nanti melainkan seperti orang gila yang terbangun pada saat mendapat tekanan penyakit dan setan merasukinya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi mereka sangat buruk”. (Tafsir Ibnu Katsir)
Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa orang yang memakan riba (melakukan riba) dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan gila dan tercekik.
Ibnu Katsir rh mengatakan bahwa sesungguhnya mereka menghalalkan hal tersebut tiada lain karena mereka menentang hukum-hukum Allah dalam syariatnya, dan hal ini bukanlah analogi mereka yang menyamakan riba dengan jual beli, karena orang-orang musyrik tidak mengakui kaidah jual beli yang disyariatkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an.
Mereka berkata, “sesungguhnya jual beli sama dengan riba”. Hal ini jelas merupakan pembangkangan terhadap hukum syara’ yakni menyamakan yang halal dan yang haram.
Kemudian firman Allah Swt, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Ibnu Katsir rh berkata tentang ayat ini bahwa ayat ini untuk menyanggah protes yang mereka katakan, padahal mereka mengetahui bahwa Allah membedakan antara jual beli dan riba secara hukum.
Firman Allah Swt, “Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah”.
Ibnu Katsir rh berkata bahwa barangsiapa yang telah sampai kepadanya larangan Allah terhadap riba, lalu ia berhenti dari melakukan riba setelah sampai berita itu kepadanya, maka masih diperbolehkan mengambil apa yang dahulu ia lakukan sebelum ada larangan.
Riba itu bisa menghapus pahala jihad. Ummu Bahnah (ibu dari Zaid ibnu Arqam) pernah berkata kepada Siti Aisyah ra, istri Nabi Saw, “Hai Ummul Mu’minin, kenalkah engkau dengan Zaid ibnu Arqam?”. Siti Aisyah ra menjawab, “Ya”. Ia berkata, “Sesungguhnya aku menjual seorang budak kepadanya seharga 800 secara ‘ata. Lalu ia memerlukan dana, maka aku kembali membeli budak itu dengan harga 600 sebelum tiba masa pelunasannya”.
Siti Aisyah ra menjawab, “Seburuk-buruk jual beli adalah apa yang kamu lakukan, alangkah buruknya jual beli kamu. Sampaikanlah kepada Zaid bahwa semua jihadnya bersama Rasulullah Saw akan dihapuskan dan benar-benar akan dihapuskan (pahalanya) jika tidak mau bertaubat”. (HR Ibnu Abi Hatim) (Tafsir Ibnu Katsir)
Firman Allah Swt, “Orang yang kembali mengambil riba)” yakni kembali melakukan riba sesudah sampai kepadanya larangan Allah, berarti ia pasti terkena hukuman dan hujjah mengenainya. Karena itulah firman Allah Swt selanjutnya, “maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Bab “riba” merupakan bab paling sulit menurut kebanyakan ahli ilmu agama. Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab ra pernah berkata, “Seandainya saja Rasulullah Saw memberikan suatu keterangan yang memuaskan kepada kami tentang masalah jad (kakek) dan kalalah serta beberapa bab yang menyangkut masalah riba.
Maksudnya adalah beberapa masalah yang di dalamnya terdapat campuran masalah riba. Hukum syariat dengan tegas menyatakan bahwa semua sarana yang menjurus ke arah hal yang diharamkan hukumnya sama haramnya karena semua sarana yang membantu ke arah hal yang diharamkan hukumnya haram. Sebagaimana hal yang menjadi kesempurnaan bagi perkara yang wajib, hukumnya wajib pula.
Ibnu Abbas ra berkata, “Wahyu yang paling akhir diturunkan kepada Rasulullah Saw adalah ayat mengenai riba”. (Riwayat Bukhari)
- Allah Swt berfirman, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah[177]. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178]”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 276)
[177]. Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipatgandakan berkahnya.
[178]. Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
Ibnu Katsir rh berkata bahwa Allah menghapuskan riba dan melenyapkannya. Hal ini terjadi dengan cara melenyapkan riba secara keseluruhan dari tangan pelakunya atau dicabut berkah hartanya sehingga ia tidak dapat memanfaatkannya melainkan menghilangkannya di dunia dan di akhirat kelak Dia akan menyiksanya.
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya riba itu sekalipun (hasilnya) banyak tetapi akibatnya akan menyusut”. (HR Ahmad)
Umar bin Khatthab ra ketika menjabat sebagai Amirul Mu’minin keluar menuju masjid, lalu beliau melihat makanan yang digelar. Maka ia bertanya, “Makanan apakah ini?”. Mereka menjawab, “Makanan yang didatangkan buat kami”. Umar berkata, “Semoga Allah memberkati makanan ini, juga orang yang mendatangkannya”.
Ketika dikatakan kepadanya bahwa sesungguhnya si pengirim makanan ini telah menimbun makanan kaum muslimin, Umar bertanya, “Siapa pelakunya?”. Mereka menjawab bahwa yang melakukannya adalah Farukh maula Usman dan si Fulan maula Umar.
Maka Khalifah Umar memanggil keduanya, lalu Umar bertanya kepada keduanya, “Apakah yang mendorong kamu berdua menimbun makanan kaum muslim?”. Keduanya menjawab, “Wahai Amirul Mu’minin, kami membelinya dengan harta kami dan menjualnya”.
Umar berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang melakukan penimbunan terhadap makanan kaum muslim, niscaya Allah akan menghukumnya dengan kepailitan atau penyakit kusta”.
Maka Farukh berkata saat itu juga, Aku berjanji kepada Allah, juga kepadamu bahwa aku tidak akan mengulangi lagi menimbun makanan untuk selama-lamanya”. Adapun maula (bekas budak) Umar, ia berkata, “Sesungguhnya kami membeli dan menjual dengan harta kami sendiri”. Abu Yahya berkata, “Sesungguhnya aku melihat maula Umar terkena penyakit kusta”. (Riwayat Imam Ahmad) (Tafsir Ibnu Katsir)
“Dan menyuburkan sedekah”, Ibnu Katsir rh berkata bahwa ayat ini dapat dibaca yurbi berasal dari rabasy syai-a, yarbu arbahu yurbihi artinya memperbanyak dan mengembangkan serta menumbuhkan.
“Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa” yakni Allah tidak menyukai orang yang hatinya banyak ingkar lagi ucapan dan perbuatannya banyak berdosa.
Orang yang melakukan riba itu pada hakikatnya tidak rela dengan rezeki halal yang dibagikan oleh Allah untuknya. Ia kurang puas dengan dengan apa yang disyariatkan oleh Allah untuknya yaitu usaha yang halal.
Untuk itu ia berusaha dengan cara memakan harta orang lain secara batil melalui berbagai usaha yang jahat. Ia adalah orang yang ingkar kepada nikmat yang diperolehnya, lagi suka aniaya dengan memakan harta orang lain secara batil.
- Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 278-279)
Ibnu Katsir rh berkata bahwa Allah Swt berfirman seraya memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar bertakwa kepada-Nya dan melarang mereka melakukan hal-hal yang mendekatkan mereka kepada kemurkaan-Nya dan hal-hal yang menjauhkan diri mereka dari rida-Nya.
Untuk itu Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah” yakni takutlah kalian kepada-Nya dan ingatlah selalu bahwa kalian selalu berada di dalam pengawasan-Nya dalam semua perbuatan kalian.
“Dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)” yakni tinggalkanlah harta kalian yang ada di tangan orang lain berupa lebihan dari pokoknya sesudah adanya peringatan ini. “Jika kalian orang-orang beriman” yaitu jika kalian beriman kepada apa yang disyariatkan oleh Allah buat kalian yaitu penghalalan jual beli dan pengharaman riba. (Tafsir Ibnu Katsir)
“Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian” yakni barangsiapa yang masih tetap menjalankan riba dan tidak mau menanggalkannya maka sudah merupakan kewajiban bagi Imam kaum muslimin untuk memerintahkan bertaubat kepadanya. Jika ia mau bertaubat maka bebaslah ia tetapi jika masih tetap maka lehernya dipancung. (Tafsir Ibnu Katsir)
Al-Hasan dan Ibnu Sirin, keduanya berkata, “Demi Allah, sesungguhnya rentenir-rentenir (bankir-bankir) itu benar-benar orang-orang yang memakan riba. Sesungguhnya mereka telah memaklumatkan perang kepada Allah dan Rasul-Nya.
Seandainya orang-orang dipimpin oleh seorang imam yang adil niscaya imam diwajibkan memerintahkan mereka untuk bertaubat. Jka mereka mau bertaubat maka bebaslah mereka tetapi jika mereka tetap melakukan riba maka dimaklumatkan perang terhadap mereka”. (Riwayat Ibnu Abu Hatim) (Tafsir Ibnu Katsir)
Qatadah rh berkata bahwa Allah mengancam mereka untuk berperang seperti yang telah mereka dengar, dan Allah menjadikan mereka boleh diperangi di manapun mereka berada. Maka jangan sekali-kali melakukan transaksi riba karena sesungguhnya Allah telah meluaskan usaha yang halal dan menilainya baik. Karena itu janganlah sekali-kali kalian menyimpang dan berbuat durhaka kepada Allah Swt karena takut jatuh miskin (Riwayat Ibnu Abi Hatim) (Tafsir Ibnu Katsir)
“Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” maksudnya kalian tidak menganiaya orang lain karena mengambil riba darinya dan tidak pula dianiaya karena harta pokok kalian dikembalikan tanpa ada tambahan atau pengurangan melainkan sesuai apa adanya. (Tafsir Ibnu Katsir)
- Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (Q.S. Ali Imran 3 : 130)
[228]. Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda.
Ibnu Katsir rh berkata bahwa Allah Swt melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin memberlakukan riba dan memakan riba yang berlipat ganda. Allah Swt juga memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk bertakwa supaya mereka menjadi orang-orang yang beruntung dalam kehidupan dunia dan akhirat kelak. (Tafsir Ibnu Katsir)
- Allah Swt berfirman, “dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil”. (Q.S. An-Nisa 4 : 161)
Ibnu Katsir rh berkata bahwa Allah Swt telah melarang mereka (yahudi) melarang melakukan riba tetapi mereka menjalankannya dan menjadikanya sebagai pekerjaan mereka, lalu mereka melakukan berbagai macam pengelabuan untuk menutupinya dan mereka memakan harta orang lain dengan cara yang bathil. (Tafsir Ibnu Katsir)
Allah Swt berfirman, “Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi[206]. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui”. (Q.S. Ali 'Imran 3 : 75)
[206]. Yang mereka maksud dengan orang-orang ummi dalam ayat ini adalah orang Arab.
Ibnu Katsir rh berkata tentang Q.S. Ali Imran 75 bahwa Allah Swt memberitakan perihal orang-orang Yahudi bahwa di antara mereka ada orang-orang yang khianat, dan Allah Swt memperingatkan kaum mukmin agar bersikap waspada terhadap mereka, jangan sampai terperdaya.
- Allah Swt berfirman, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah”. (Q.S. Ar-Rum 30 : 39)
2. As-Sunnah
Rasulullah Saw bersabda, “Tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan”. Sahabat bertanya, “Apakah itu ya Rasulullah?”. Jawab Nabi, “ (1) Syirik (mempersekutukan Allah), (2) Berbuat sihir, (3) Membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali yang haq, (4) Makan harta riba, (5) Makan harta anak yatim, (6) Melarikan diri dari medan perang saat berjihad dan (7) Menuduh wanita mukminah yang sopan (berkeluarga) dengan tuduhan zina”. (HR Bukhari)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Rasulullah Saw telah melaknat pemakan riba, yang mewakili, saksinya dan penulisnya”. (HR Abu Dawud)
Rasulullah Saw bersabda, “Satu dirham uang riba yang dimakan seseorang, sedangkan orang tersebut mengetahuinya, dosa perbuatan tersebut lebih berat daripada dosa enam puluh kali zina”. (HR Ahmad)
Rasulullah Saw bersabda, “Riba memiliki enam puluh pintu dosa, dosa yang paling ringan dari riba ialah seperti dosa yang berzina dengan ibunya”. (HR Ibnu Jarir)
Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, dua saksinya, dua penulisnya, jika mereka tahu yang demikian, mereka dilaknat lidah Muhammad Saw pada hari kiamat”. (HR Nasa’i)
“Emas dengan emas sama berat sebanding dan perak dengan perak sama berat & sebanding”. (HR Ahmad)
3. Ijma’
Seluruh ulama sepakat bahwa riba diharamkan dalam Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar